Sugesti Hipnosis Itu Bukan “Mantra”
Sore kemarin seorang rekan lama menghubungi saya. Rekan saya ini baru-baru ini belajar hipnoterapi dan sedang ingin mempraktikkan hipnoterapi.
Saya bertemu rekan saya ini dulu sekali di sebuah komunitas. Belasan tahun berlalu kami tidak terlalu intens berkomunikasi sampai kehilangan kontak. Beberapa waktu terakhir ia menghubungi saya karena di tengah kegiatannya belajar hipnoterapi ia justru mendapati buku-buku karya saya yang dijadikan referensi oleh instruktur yang mengajarkannya hipnoterapi. Akhirnya silaturahmi lama yang sempat terputus pun tersambung kembali.
Kembali ke awal kisah, rekan lama ini menghubungi saya rupanya untuk meminta “script” sugesti hipnosis. Dari ceritanya, ia sedang ingin membantu penanganan dalam diri temannya, dan ia memerlukan script sugesti yang bisa menangani masalah temannya itu.
Menjajaki informasi lebih jauh, saya kemudian bertanya apa jenis masalah yang dialami oleh temannya, yang ingin dibantunya dengan terapi berbasis sugesti ini. Dari ceritanya, saya mencermati bahwa masalah yang dialami oleh temannya termasuk ke dalam masalah yang cukup kompleks, yang dalam pandangan saya tidak akan optimal jika hanya ditangani oleh teknik berbasis sugesti, apalagi yang bersifat sugesti langsung (direct suggestion).
Bagi yang belum familiar, dalam hipnoterapi terdapat beberapa teknik penanganan dimana penggunaan sugesti hipnotik langsung (direct hypnotic suggestion) pada pikiran bawah sadar menjadi salah satunya.
Pikiran bawah sadar adalah level kesadaran dimana berbagai program kehidupan yang melatari respon pemikiran, perasaan dan perilaku tersimpan. Apa yang tersimpan di pikiran bawah sadar itulah yang dioperasikan secara otomatis oleh diri kita. Upaya perubahan menjadi sulit tercipta karena program yang melatari perilaku lama tersimpan di pikiran bawah sadar, sementara upaya untuk menciptakan perubahan hanya difokuskan untuk terjadi di pikiran sadar.
Dalam posisinya sebagai sebuah kondisi, kondisi hipnosis mencerminkan kondisi ketika terjadi perpindahan kesadaran dari pikiran sadar ke pikiran bawah sadar. Teraksesnya pikiran bawah sadar dalam kondisi hipnosis ini yang menjadikan pikiran bawah sadar lebih reseptif dalam menerima pesan mental, berupa sugesti.
Kondisi hipnosis sendiri nantinya akan berisikan lapisan level yang beragam, yang disebut sebagai “trance level“. Semakin dalam kondisi trance yang seseorang alami, semakin kuat juga dampak dari sugesti bisa diterima oleh pikiran bawah sadar.
Dalam teknik direct suggestion, seorang praktisi hipnosis memandu klien untuk memasuki kondisi hipnosis dan memandunya lebih jauh sampai klien mencapai kedalaman kondisi hipnosis yang diperlukan. Ketika klien sudah berada di kedalaman kondisi hipnosis yang diperlukan, barulah praktisi menyampaikan sugesti hipnosis-sesuai keperluan perubahan-yang ditujukan spesifik untuk menciptakan perubahan pada program yang ada di pikiran bawah sadar.
Jika kedalaman kondisi hipnosis yang terakses optimal adanya-yang menjadikan pikiran bawah sadar memproses sugesti dengan lebih baik-dan sugesti yang digunakan pun tepat, maka perubahan program di pikiran bawah sadar pun bisa terjadi dengan optimal. Sebaliknya, jika kedalaman hipnosis yang terakses tidak memadai, dan penyampaian sugesti yang dilakukan pun tidak tepat, maka kualitas perubahan yang tercipta pun tidak akan optimal sesuai harapan.
Secara praktis, penyampaian sugesti sering saya katakan ‘”tepat” jika ia memenuhi dua kriteria: (1) penggunaan sintaksis, semantik dan pragmatik yang digunakan tepat, dan (2) sugesti disampaikan dengan cara atau pembawaan yang tepat, mulai dari intonasi, volume, dan penekanan kata.
Terkait dengan ketepatan penggunaan sintaksis, semantik dan pragmatik dalam sugesti, hal ini bukan menjadi sesuatu yang mudah, diperlukan studi mendalam sehubungan psikologi pikiran manusia dalam memproses kata dan makna. Beberapa praktisi yang memang cakap dan kompeten di bidang ini ada kalanya menyiapkan script sugesti yang dikemas dengan susunan kalimat yang sudah teruji menghasilkan efek perubahan yang maksimal di sesi bersama klien, lalu menjual script itu pada para rekan praktisi yang memerlukan penggunaan script itu di praktik hipnoterapi yang mereka lakukan, yang kemudian sering disebut sebagai “patter script“.
Namun demikian, hal ini juga yang ada kalanya ditafsirkan secara sepihak dengan kurang tepat oleh beberapa orang yang memiliki pemahaman yang kurang sehubungan dengan proses hipnosis, yang jadinya memandang keberadaan sugesti sebagai “mantra”. Artinya, kekuatan sugesti itu dipandang terletak pada susunan kalimat yang membentuk narasinya, sehingga mereka pun bergantung pada sugesti, sampai-sampai mereka larut dalam pencarian sugesti yang dianggap bisa menciptakan perubahan secara efektif dalam diri seseorang, tidak ubahnya sebuah mantra.
Ditinjau dari dampak dari penggunaan kata dan kalimat dalam diri seseorang yang memprosesnya, pandangan sugesti sebagai “mantra yang harus tepat adanya” tidaklah sepenuhnya salah, karena memang ia berkenaan dengan analisa bagaimana kata dan kalimat tertentu menghasilkan reaksi tertentu dalam diri pendengarnya, sehingga kesalahan penggunaan kata dan kalimat pun bisa menghasilkan ketidaksesuaian pada hasil akhir yang diharapkan.
Namun demikian perlu diingat juga bahwa di balik sebuah script, ada konteks yang melandasinya. Ketika seorang praktisi merancang script sugesti, konteks praktik praktisi tersebut akan ikut membentuk detail dari script yang dirancangnya. Termasuk ke dalam konteks ini yaitu latar belakang praktisi, latar belakang klien, jenis masalah yang biasa ditangani, dan banyak lagi konteks lain yang menyertai riwayat dirancangnya script sugesti tersebut oleh praktisi yang merancangnya.
Disinilah saya mengatakan pada rekan saya bahwa sugesti hipnosis bukanlah mantra yang hanya karena kata dan kalimat yang digunakan sama maka akan menghasilkan reaksi yang sama. Hal ini karena bisa jadi sebuah script sugesti yang dibuat seorang praktisi tidak sepenuhnya akan menghasilkan reaksi yang sama ketika digunakan oleh praktisi yang berbeda, karena ada konteks yang berbeda yang melatari detail praktik mereka, apalagi jika perbedaan latar belakang yang ada termasuk signifikan. Ini yang menjadikan script sugesti yang berasal dari luar negeri—yang berbahasa Inggris—jadi menciptakan reaksi yang berbeda ketika dialihbahasakan begitu saja dan digunakan secara langsung dalam praktik di Indonesia, atau negara lain yang tidak berbahasa Inggris.
Namun teknik penanganan dalam hipnosis tidak hanya berbasis direct suggestion. Masih ada lagi ragam teknik penanganan lain, mulai dari yang berbasis tubuh (somatic based), berbasis struktur submodalitas (submodality based), berbasis sugesti tidak langsung (indirect suggestion), berbasis perubahan cara pandang (reframing based), dan banyak lagi, intinya adalah teknik penanganan dalam hipnosis tidak hanya seputar sugesti langsung.
Saya sendiri bukan termasuk ke dalam praktisi hipnosis yang bergantung pada script sugesti, karena teknik penanganan yang saya fasilitasi lebih banyak menggunakan prinsip penanganan kausatif, yaitu prinsip penanganan berbasis penelusuran akar masalah. Dalam teknik penanganan kausatif, saya menggunakan teknik pengungkapan hipnotik (hypnotic uncovering) untuk mengetahui keberadaan akar masalah yang membentuk keberadaan gejala masalah (simtom).
Menggunakan logika “gejala masalah terbentuk dari akar masalah”, ketika akar masalah bisa tertuntaskan maka keberadaan gejala masalah pun akan turut teredakan dalam diri seseorang. Prinsip itulah yang saya gunakan dalam praktik yang saya fasilitasi. Artinya, kalau pun ada script yang saya gunakan, script itu hanya digunakan di proses-proses tertentu dalam penanganan dimana proses itu memerlukan script yang konsisten untuk menghasilkan kondisi spesifik yang konsisten. Selebihnya, proses terapi yang dinamis-yang bertujuan mengungkap dan menetralisir akar masalahlah-yang saya utamakan.
Saya mengatakan pada rekan saya bahwa saya tidak bisa memberikan script yang saya gunakan. Hal itu karena script itu saya susun berdasarkan konteks praktik yang saya pribadi gunakan berdasarkan protokol yang saya gunakan. Ketika script itu digunakan oleh orang lain yang konteks praktik dan protokol praktiknya berbeda, maka hasil yang tercipta pun pasti berbeda. Yang saya khawatirkan malah script itu dipahami dan digunakan dengan cara yang salah, yang malah menjadi masalah bagi klien. Ditambah lagi, saya pun tidak tahu apa spesifiknya protokol terapi yang ia gunakan dan bagaimana itu dilaksanakan, sehingga penggunaan script yang tidak tepat tadi menjadi sesuatu yang saya khawatirkan malah menimbulkann dampak yang tidak sesuai dengan protokol yang ia gunakan—itu pun jika ada protokol yang ia gunakan.
Akhir kata, saya menyarankan pada rekan saya ini untuk menghubungi instruktur yang memfasilitasi pembelajaran hipnoterapi padanya dan meminta saran atau bimbingan dari instrukturnya langsung. Bagaimana pun juga ada tanggung jawab moral instruktur untuk membersamai perjalanan bertumbuh alumninya, termasuk dalam mengawasi pelaksanaan dan perkembangan praktik mereka. Ketika alumni dihadapkan dengan kesulitan dalam mempraktikkan yang diajarkan, idealnya-dalam pandangan saya-ada pendampingan lanjutan yang bisa mereka dapatkan sesudah pembelajaran.
Memfasilitasi pembelajaran bukan hal kecil, ada kepercayaan yang para peserta amanatkan pada diri kita sebagai instruktur. Di balik waktu dan tenaga yang mereka keluarkan untuk belajar, mereka “menitipkan” pertumbuhan dan perkembangan dirinya melalui mentoring lanjutan bersama kita, maka sudah sewajarnya amanat itu kita tunaikan dengan memberikan pembimbingan lanjutan pasca pembelajaran yang berkualitas.