Sesi Terapi Yang Melibatkan Entitas (Makhluk) Gaib
Dari banyak jenis sesi terapi yang saya fasilitasi pada para klien, sesi yang berisikan “keterlibatan entitas gaib” selalu memunculkan kisah dan keunikan tersendiri.
Sedikit mengenang kisah. Beberapa tahun lalu saya membersamai seorang klien wanita yang termasuk “sensitif” pada hal-hal yang berhubungan dengan energi.
Permasalahan yang klien wanita ini keluhkan sebenarnya tidak berhubungan dengan permasalahan bernuansakan entitas gaib. Masalah yang dikeluhkannya hanyalah masalah emosi dan perilaku pada umumnya. Di sepanjang sesi konsultasi awal pun tidak ada topik pembicaraan yang bersinggungan dengan keberadaan entitas gaib.
Sesi terapi pun berlangsung wajar pada umumnya. Sampai di suatu titik, saya mendapati respon dari pikiran bawah sadar yang berkomunikasi dengan saya mulai tidak lazim adanya. Secara intuitif, saya mencurigai adanya keberadaan entitas dari luar di situasi ini, namun karena acuan pendekatan saya adalah acuan pendekatan yang bersifat klinis maka saya tidak serta-merta menurutkan dugaan itu.
Sesuai dengan protokol penanganan yang saya gunakan, yang saya lakukan adalah menerapkan serangkaian uji pemeriksaan terhadap respon pikiran bawah sadar yang muncul, untuk memastikan lebih jauh situasi yang terjadi. Seiring proses memastikan ini masih berlangsung, keberadaan “terduga entitas gaib” ini ternyata kemudian muncul ke permukaan secara penuh dan berkomunikasi, menceritakan keberadaan dirinya dalam diri klien saya ini. Alhasil, jalannya sesi terapi kali ini jadi difokuskan pada penanganan entitas ini.
Menggunakan proses khusus yang dirancang untuk menyikapi situasi ini, proses penanganan kemudian dilakukan sampai entitas ini tidak lagi berada dalam diri klien.
Apakah hanya sampai di situ? Tidak. Dalam satu sesi yang berlangsung itu ternyata didapati total empat entitas yang berada dalam dirinya. Sesi tersebut menjadi sesi yang melelahkan karena diperlukan proses khusus untuk penanganan setiap entitas, sampai ke fase kita memastikan bahwa semua entitas itu sudah tidak ada lagi dalam diri klien.
Satu kenangan yang berkesan di sesi itu adalah ketika saya berkomunikasi dengan salah satu entitas, saya bertanya pada entitas itu seperti apa wujudnya, apakah ia pria atau wanita atau lainnya. Saya masih ingat betul entitas itu menjawab “wanita”. Ketika saya bertanya seperti apa ia terlihat, ia menjawab dengan tersenyum manis , “Aku cantik.” Baru kemudian ketika saya bertanya, seperti apa tubuh kamu terlihat, jawabannya membuat saya sampai merinding, “Tidak ada tubuh, hanya kepala saja.” sambil ia sedikit tertawa kecil. Sampai saat ini saya masih teringat gelak tawa kecilnya, dan merindingnya diri saya di kala itu yang tidak menduga jawaban seperti itu.
Lain klien lain keunikan. Di sesi lain pada klien lain yang saya fasilitasi, entitas yang muncul justru galak sekali, baru terakses saja kemunculannnya ia sudah menggeram-geram, dengan suara yang berat ia berkata, “Kamu mau mengusir saya hah?”
Jika menurutkan ego saya sebagai manusia biasa, saya mungkin akan jujur berkata bahwa sikap dan gaya berkomunikasi yang ditunjukkan entitas itu termasuk menyebalkan. Namun sebagai Terapis saya tidak bisa menurutkan ego itu. Bagaimana pun juga sikap “welas-asih” adalah modal dasar yang mutlak harus dimiliki seorang Terapis, bahkan ketika berkomunikasi dengan keberadaan entitas gaib sekali pun.
Saya merespon entitas itu dengan tenang. Saya menujukan sikap empati padanya, bahwa pasti tidak enak merasa terusik dan harus berhadapan dengan ketidakpastian kalau-kalau ia sampai harus keluar dan terlunta-lunta di luar sana. Seiring komunikasi berjalan semakin dalam, entitas ini ternyata melunak, ia mengisahkan kesedihan dan keresahannya, serta bagaimana ia bisa tersesat dan berakhir di dalam diri klien saya. Akhirnya, lagi-lagi dengan proses yang dirancang spesifik untuk penanganan situasi ini, dengan ijin Tuhan Yang Maha Kuasa saya memfasilitasi penanganan sampai permasalahan entitas ini pun terselesaikan penuh.
Kasus lain yang tidak kalah uniknya adalah ketika seorang klien datang dan mengeluhkan kondisi perutnya yang sering sakit namun menurut Dokter yang menanganinya tidak ada masalah apa-apa di tubuhnya secara fisik, sehingga ia pun mencari penanganan psikis untuk membantu mengatasi masalah tersebut.
Di tengah sesi yang dijalaninya ternyata muncul keberadaan entitas gaib yang menyatakan ialah yang menyebabkan rasa sakit pada perut klien ini. Menurut entitas ini, wujudnya adalah siluman ular. Dengan wujud ularnya itulah ia “membelit” perut klien sampai klien merasa sakit. Lagi-lagi proses penanganan jadi diarahkan pada kemunculan fenomena ini, sampai di akhir sesi gangguan yang disebabkannya teredakan.
Sebelum ada yang bertanya, apakah saya memang secara khusus menyediakan layanan penanganan entitas gaib dalam diri klien, jawaban saya adalah “TIDAK”. Bahkan jika sejak awal klien sudah menyatakan bahwa masalah yang dialaminya berhubungan dengan entitas gaib, saya malah tidak akan menerima kasus jenis ini dan menyarankan klien mencari pertolongan dari praktisi lain yang lebih sesuai.
Saya bukan praktisi yang bergerak di bidang metafisika, supranatural atau bidang magis dan mistis. Layanan terapi atau konseling yang saya fasilitasi didasari prinsip dan pemahaman dasar psikologi dan kesehatan yang jelas, maka itulah keluhan bernuansakan supranatural, magis dan mistis termasuk keluhan yang tidak akan saya layani.
Lalu bagaimana kisah-kisah di atas muncul dalam sesi terapi. Ada dua hal penting dalam hal ini.
Pertama, hal ini karena permasalahan yang klien keluhkan di sesi bersama saya bukanlah permasalahan yang melibatkan bahasan gaib atau supranatural, magis dan mistis. Permasalahan yang klien keluhkan adalah permasalahan yang berhubungan dengan masalah emosi dan perilaku biasa pada umumnya. Ada pun kemunculan entitas yang saya bicarakan tadi di atas terjadi di tengah sesi terapi.
Klien saya yang mengalami fenomena itu pun bukan jenis klien yang kehidupan sehari-harinya familiar dengan bahasan itu. Beberapa di antara mereka justru merupakan pribadi yang sangat logis dan kritis terhadap hal-hal seperti itu. Sampai-sampai di akhir sesi saya harus meluangkan waktu khusus untuk memperjelas yang terjadi dalam diri mereka agar mereka tidak resah atas apa yang mereka alami di dalam sesi terapi.
Kedua, hal ini karena memang di teknik terapi dan konseling yang saya pelajari terdapat bahasan yang secara khusus menjelaskan fenomena ini, termasuk proses penanganannya jika ia terjadi dalam sesi terapi. Artinya, ada penjelasan yang logis yang melandasi fenomena ini. Kalau pun dalam tulisan ini saya menggunakan frasa “entitas gaib”, itu karena frasa itulah yang lebih umum dikenal kalangan awam.
Kalau begitu pertanyaannya adalah, “Apa yang dimaksud entitas gaib, yang dibicarakan di berbagai kisah di atas tadi?”
Jujur, saya tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Bagaimana pun juga sebagai fenomena yang melibatkan “pengalaman subjektif” seseorang, sulit untuk mengkonfirmasi hal ini secara pasti.
Yang bisa saya katakan adalah bahwa di teknik terapi dan konseling yang melibatkan cara kerja pikiran bawah sadar yang saya pelajari, kita memahami bahwa cara kerja pikiran bawah sadar sangatlah unik.
Terlepas dari adanya kemungkinan bahwa kemunculan berbagai entitas itu adalah benar adanya merupakan makhluk astral, yang lebih kita soroti adalah cara kerja pikiran bawah sadar yang ada kalanya bersifat “simbolis”. Artinya, pikiran bawah sadar mengekspresikan pesannya dengan cara-cara yang simbolis, termasuk menyerupakan pesan itu dalam bentuk kemunculan sosok-sosok yang mengindikasikan keberadaan entitas gaib.
Kalau begitu, apakah itu berarti entitas gaib itu tidak ada? Bukan begitu. Sebagai manusia yang beriman kita tentu menyadari bahwa alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa ini menyimpan berbagai kemungkinan, termasuk kemungkinan akan keberadaan entitas gaib. Namun dalam posisinya sebagai “gaib” atau tidak kasat mata kita pun tidak bisa memastikannya secara langsung.
Yang bisa kita lakukan adalah menggunakan referensi dari berbagai ajaran, keyakinan dan budaya yang ada untuk kemudian menarik benang merah yang bisa mengakomodir fenomena ini secara sehat dalam konteks terapi atau konseling.
Arti dari “secara sehat dalam konteks terapi atau konseling” dalam hal ini yaitu kalau pun dalam sesi terapi atau konseling fenomena ini muncul kita tidak sibuk memperdebatkan apa yang terjadi, namun memiliki kecakapan untuk membereskan persoalan yang ditimbulkannya. Intinya adalah dalam sesi terapi fenomena itu muncul, dimana menurut pikiran bawah sadar fenomena itu melatari masalah yang klien alami. Menggunakan logika itu, jika fenomena itu bisa kita sikapi maka akan reda juga masalah yang dialami pikiran bawah sadar.
Penjelasan yang saya kerap libatkan dalam sesi terapi atau konseling bersama klien adalah bahwa manusia adalah makhluk energi, begitu juga alam semesta ini terdiri dari energi. Tidak semua energi ini memadat dan membentuk karakter fisik yang bisa disentuh. Banyak juga energi yang tidak memadat dan tetap dalam bentuknya yang tidak kasat mata di sekitar kita.
Ada pun karakter dari energi ini bermacam-macam, dimana ada kalanya kita mem-“personifikasi” energi ini menjadi berbagai bentuk, salah satunya sebagai keberadaan simbolis entitas gaib. “Energi yang terpersonifikasi” yang kita bicarakan inilah yang muncul dan melandasi fenomena entitas gaib dalam sesi terapi.
Kalau pun nantinya energi yang terpersonifikasi ini akan dilabeli dengan apa pun istilah untuk menamainya, maka itu akan berpulang pada jenis ajaran, keyakinan dan budaya yang meyakininya. Dengan cara ini klien saya bebas menafsirkan fenomena yang terjadi sesuai konsep yang mereka yakini. Yang jelas, karena fenomena itu terselesaikan dalam sesi terapi yang mereka jalani, maka reda juga masalah yang mereka keluhkan.