Semakin Benci Malah Jadi Semakin Mirip
Daftar Isi
“Saya tidak suka kelakuan orang tua saya, tapi kok kelakuan saya banyak yang malah jadi seperti mereka.” Demikian ungkapan dari salah seorang klien di sela konseling yang dijalaninya minggu lalu. Klien saya ini heran karena ia baru menyadari bahwa perilaku tempramennya serupa dengan perilaku orang tuanya, yang padahal ia tidak sukai, dan ia pernah berharap-harap agar jangan sampai jadi seperti mereka.
Semakin benci malah jadi semakin mirip, itulah cara saya menyebut fenomena ini. Di satu sisi kita tidak menyukai perilaku sosok tertentu dalam hidup kita, tapi perilaku kita malah jadi seperti sosok itu.
Bukan hanya dalam situasi personal seperti pada orang tua seperti dalam kisah klien saya di atas, fenomena ini juga cukup banyak saya temukan di para leader atau pebisnis.
Ada saja saya temukan dalam konteks organisasi atau bisnis mereka yang harus menyudahi hubungan profesionalnya dan keluar dari organisasi atau perusahaan tempat mereka bekerja karena konflik tersendiri dengan sosok tertentu yang membuat mereka sakit hati.
Orang-orang yang keluar dengan rasa sakit hati ini sedemikian terluka oleh perilaku sosok yang dianggap menyakitinya, mereka lalu memulai karir barunya di perusahaan atau bisnis lain. Sebagai kompensasi sakit hatinya, tidak jarang mereka bekerja dengan lebih keras sampai mereka bisa “membalaskan dendamnya” dengan cara mendapai prestasi kerja yang luar biasa.
Ironisnya, tanpa mereka sadari, seiring waktu berjalan perilaku mereka malah jadi seperti orang-orang yang pernah mereka benci, yang mereka anggap menyebabkan mereka sakit hati dulunya.
Bagaimana bisa?
Tulisan ini mencoba mengurai fenomena ini dari sudut pandang hipnoterapi yang memfokuskan eksplorasinya pada prinsip “Bagian-Bagian kepribadian” (parts-personality) dalam diri
Konsep Parts-Personality dan Coping
Meski bisa ada banyak sudut pandang yang bisa menjelaskan fenomena ini, sudut pandang yang saya soroti adalah sudut pandang dari hipnoterapi yang memfokuskan eksplorasinya pada prinsip “Bagian-Bagian kepribadian” (parts-personality) dalam diri.
Pikiran bawah sadar adalah level kesadaran yang mengoperasikan berbagai respon pemikiran, perasaan dan perilaku kita, terutama yang bersifat “otomatis”, tanpa harus kita sadari. Respon yang muncul dari pikiran bawah sadar adalah respon bentukan pengalaman masa lalu yang terekam sebagai basis data atas bagaimana kita seharusnya bersikap atau merespon stimulus tertentu, berdasarkan pengalaman masa lalu ketika dihadapkan dengan pengalaman sejenis, yang kelak menjadi “referensi”.
Dalam sudut pandang parts-personality, cara kerja kesadaran—dan ketidaksadaran—ini direpresentasikan sebagai personality–parts, atau “Bagian-Bagian” yang memiliki fungsi spesifik dalam diri kita.
Jika diibaratkan organisasi atau perusahaan, diri kita diibaratkan sebuah perusahaan yang terdiri dari bermacam-macam divisi atau departemen dimana setiap divisi atau departemen ini memiliki tugas dan peran spesifiknya masing-masing. Divisi atau departemen dalam ilustrasi itu mewakili keberadaan personality-parts dalam diri kita.
Personality-parts terbentuk dari pengalaman tumbuh kembang masa kecil kita. Ketika dihadapkan dengan sebuah stimulus atau situasi spesifik di masa lalu, kita belajar untuk menyesuaikan respon diri kita dalam menghadapi situasi itu (coping), agar situasi itu bisa kita lalui dengan baik. Pengalaman coping atas situasi itu kemudian melahirkan basis data atau kesimpulan atas apa yang harus kita lakukan jika di kemudian hari kita dihadapkan dengan situasi sejenis. Ketika di kemudian hari kita dihadapkan dengan situasi sejenis, kita lalu mengakses mekanisme coping yang pernah terbentuk dalam diri kita untuk menghadapi situasi itu.
Mekanisme coping sendiri secara sederhana kita bagi menjadi dua, yaitu mekanisme untuk mendapatkan kesenangan (pleasure) dan menghindari kesakitan (pain). Misalnya seorang anak yang ketika bercerita berterus terang pada orang tuanya atas suatu hal justru malah dimarahi, anak ini menyimpulkan bahwa “bercerita berterus terang adalah hal yang menyakitkan (pain)”, maka terbentuk mekanisme coping untuk menghindari rasa sakit ini dengan tidak bertanya, tidak heran kalau ia kemudian menjadi individu yang enggan—atau tidak mau—bercerita berterus terang pada orang tuanya, karena itulah mekanisme coping yang terbentuk dalam dirinya.
Mekanisme coping ini akan melibatkan aktivasi berbagai respon diri kita, baik secara fisiologi, yang melibatkan koordinasi sistem syaraf, otot dan anggota gerak tubuh—yang juga dilatari oleh terbentuknya jalinan sinaps di otak—dan juga secara psikologis, dalam bentuk pembentukan skema (schema) berpikir dalam diri kita, yang secara personal menciptakan “arti” (meaning) atas situasi yang kita alami. Arti situasi itu bagi diri kitalah—dan respon fisiologi yang terbentuk bersamanya—yang menjadi basis data, yang melahirkan respon otomatis untuk kemudian menampilkan perilaku yang sama ketika dihadapkan dengan situasi sejenis di kemudian hari.
Pembentukan mekanisme coping ini juga melambangkan pembentukan personality-parts dalam diri kita, yang menjadikan terbentuknya personality-parts spesifik dalam diri kita, yang memiliki tugas dan peran spesifik untuk merespon situasi spesifik.
Disebut sebagai personality-parts karena ketika mekanisme coping ini terbentuk, ada ciri (trait) khas yang ikut terbentuk menyertai mekanisme ini, tidak ubahnya kepribadian (personality), yang ikut terbentuk dalam diri kita. Hal ini juga yang membuat beberapa ahli menyebut fenomena personality-parts ini sebagai subpersonality.
Mengikuti sudut pandang ini, kita semua memiliki personality-parts yang menjalankan fungsi dan peran spesifiknya dalam diri kita.
Sebagai mekanisme coping, di setiap waktu spesifik yang kita lalui—bergantung pada kebutuhan untuk menyikapi situasi yang ada—akan selalu ada personality-parts yang aktif dalam diri kita, dimana keaktifan personality-parts ini akan juga memunculkan ciri kepribadian yang terekam bersama pembentukannya.
Kita mungkin pernah menjumpai orang-orang tertentu yang bisa berperilaku berbeda—yang seolah memiliki kepribadian berbeda—ketika dihadapkan dengan situasi berbeda. Ketika di tempat kerja dan ketika di luar tempat kerja misalnya. Dari perspektif personality-parts hal ini sangat bisa dipahami, yaitu karena di situasi yang berbeda itu ada personality-parts yang berbeda yang aktif.
Dalam sesi hipnoterapi, personality-parts ini bisa kita akses dan kita ajak berkomunikasi, layaknya sosok individu dengan segala keunikan kepribadiannya. Ketika kita berkomunikasi dengan personality-parts berbeda maka personality-parts berbeda itu akan berkomunikasi dengan cara dan kepribadian yang berbeda, sesuai karakteristiknya.
Fenomena Introject
Selain sebagai mekanisme coping dalam diri kita, masih ada lagi mekanisme lain yang terjadi pada personality-parts, yaitu fenomena “Introjection”, mekanisme dimana personality-parts “merekam” kenangan atas sosok-sosok yang kita temui dalam hidup kita sebagai sebuah keberadaan yang disebut Introject.
Berbeda dengan personality-parts yang mewakili strukur internal diri kita, Introject tidaklah mewakili diri kita, ia adalah “fragmen memori” atas berbagai objek yang kita pernah temukan di sekitar kita, yang melekat bersama personality-parts sebagai sebuah basis data bagi personality-parts itu, dimana dalam hal ini kualitas pengalaman dan pengetahuan personality-parts bersama objek di luar diri akan membentuk karakteristik dari Introject spesifik yang terekam bersamanya.
Kembali pada konsep dimana di setiap waktu spesifik yang kita lalui—bergantung pada kebutuhan untuk menyikapi situasi yang ada—akan selalu ada personality-parts yang aktif dalam diri kita, ketika personality-parts ini aktif maka objek di luar diri yang sedang kita alami ikut terekam sebagai sebuah Introject bagi personality-parts ini. Lain personality-parts yang aktif maka bisa lain juga karakteristik Introject yang melekat bersamanya.
Misalnya saja seorang anak yang mengalami momen yang menyenangkan bermain bersama Ayahnya. Di momen menyenangkan ini ada personality-parts yang terbentuk, yang merasa senang, yang menganggap Ayah adalah keberadaan yang menyenangkan. Maka sosok Ayah di kenangan ini akan terekam oleh personality-parts “Senang” ini sebagai Introject yang bermakna positif.
Sebaliknya, si anak yang sama mungkin mengalami juga momen yang menyakitkan, dimarahi oleh Ayahnya. Kali ini di momen menyakitkan ini ada personality-parts lain yang terbentuk, yang merasa sedih, yang menganggap Ayah adalah keberadaan yang menakutkna. Maka sosok Ayah di kenangan ini akan terekam oleh personality-parts “Sedih” ini sebagai Introject yang bermakna negatif.
Ketika personality-parts aktif, Introject yang direkamnya ikut aktif dan memberi dampak pada keaktifan personality-parts yang aktif.
Misalnya dalam contoh kasus di atas, karena personality-parts “Senang” merekam Ayah sebagai Introject positif, ketika ia diajak berkomunikasi dan diminta menceritakan keberadaan Ayah maka ia akan mengisahkan Ayah sebagai sosok yang positif, dan ia senang menghabiskan waktu bersamanya.
Sebaliknya, karena personality-parts “Sedih” merekam Ayah sebagai Introject negatif, ketika ia diajak berkomunikasi dan diminta menceritakan keberadaan Ayah maka ia akan mengisahkan Ayah sebagai sosok yang negatif, dimana ia takut atau tidak nyaman dengan sosok Ayah.
Dalam hal ini, ketika kita mengingat sosok tertentu dalam diri kita, bergantung pada personality-parts yang aktif maka akan lain juga respon kita atas sosok tersebut. Misalnya saja seseorang mengingat mantan kekasihnya, namun personality-parts yang aktif adalah personality-parts yang merekam masa-masa menyenangkan bersama mantan kekasihnya, maka bisa jadi yang muncul adalah rasa rindu dan kangen. Namun jika ketika ia mengingat mantan kekasihnya personality-parts yang aktif adalah personality-parts yang merekam masa-masa menyakitkan bersamanya, maka bisa jadi yang muncul adalah rasa marah dan benci.
Introject Negatif dan Dampaknya
Ada kalanya seseorang mengalami kejadian spesifik yang bermuatan emosi intens (emotional charge) dengan orang yang dirasanya menyakitinya, sampai-sampai ia menganggap sosok yang dirasa menyakiti itu sosok yang “jahat” dan dibencinya. Dalam situasi ini terbentuklah Introject yang mewakili sosok yang dirasa menyakiti itu—yang bernuansa negatif—dalam diri orang itu.
Ketika personality-parts spesifik aktif dan personality-parts ini dulunya merekam sosok Introject secara negatif maka Introject ini mempengaruhi personality-parts dengan sama negatifnya. Semakin besar muatan emosi yang tertuju pada Introject, semakin besar juga arti dan pengaruh dari Introject itu pada personality-parts, semakin besar juga porsi kekuatan dari Introject itu dalam sistem psikis kita.
Saya pernah menjumpai klien yang dalam keseharian menampakkan perilaku yang keras dan “tidak kenal takut”. Ia siap untuk berkelahi dan melawan siapa pun sosok yang dirasanya harus dilawannya. Dalam sesi terapi, personality-parts yang muncul adalah personality-parts yang terbentuk di masa kecil, yang sedemikian merasa takut pada sosok Ayahnya di masa lalu. Yang terjadi adalah personality-parts ini “tidak berkutik”, ia hanya menangis terisak-isak ketakutan, ia tidak bertenaga (powerless) karena keberadaannya dihantui Introject Ayah yang memiliki pengaruh yang ia rasa sedemikian luar biasa mengancamnya.
Tapi masalahnya tidak hanya sebatas itu. Semakin besar muatan emosi intens tertuju pada sosok tertentu maka semakin kuat Introject sosok itu terbentuk dalam diri kita, semakin lama hal ini terjadi maka semakin kuat lagi Introject sosok itu terbentuk dalam diri kita. Disinilah ada kalanya— karena saking besarnya porsi kekuatannya—Introject ini muncul ke permukaan dan mendominasi perilaku kita, menjadikan kita menampilkan perilaku Introject tersebut.
Hal ini yang mewakili penjelasan “semakin benci malah jadi semakin mirip” di awal tulisan ini. Fokus kebencian yang tertuju pada sosok yang dirasa menyakiti justru membuat Introject sosok itu terbentuk dengan kuat dalam diri. Di waktu-waktu tertentu—ketika kita sedang tidak baik-baik saja—ada kalanya kita kehilangan kendali dan Introject itu muncul mendominasi perilaku kita menjadikan kita berperilaku seperti dirinya.
Apakah perilaku ini selalu dilatari oleh Introject yang aktif dan mendominasi perilaku kita? Tidak juga, ada kalanya perilaku ini muncul dari personality-parts yang sedang “dibutakan” oleh Introject di dalam diri dimana ia “membalas” Introject dengan perilaku yang mirip dengan yang dilakukan Introject, karena ia merasa perilaku itu menjadi balasan yang sepadan bagi Introject.
Apa pun mekanisme yang terjadi, hal yang sama tetap berlaku, semakin besar muatan emosi tertuju pada Introject maka semakin besar pengaruh dari keberadaan Introject bagi perilaku kita.
Solusi Mengatasi Masalah Perilaku Yang Bersumber Dari Introject Negatif
Karena dalam perspektif hipnoterapi berbasis personality-parts akar masalah yang melatari masalah perilaku bersumber dari keberadaan Introject yang terekam secara negatif dalam diri, maka penanganan pada Introject yang bermasalah inilah yang hendaknya menjadi fokus penanganan.
Karena Introject adalah fragmen memori yang melekat bersama personality-parts, penanganan pada Introject yang bermasalah dilakukan dengan pertama-tama mengakses personality-parts yang muncul ketika masalah perilaku ditampilkan dan mendapatkan informasi lebih jauh tentang Introject, seperti apa kejadian spesifik yang menjadikan personality-parts merekam Introject secara negatif dan secara kuat, baru kemudian disusul dengan melepaskan personality-parts dari pengaruh negatif Introject, lalu membersihkan—atau membuang—sosok Introject negatif dalam diri klien. Jika Introject yang melatari permasalahan personality-parts sudah tertangani dengan baik, maka reda juga gejala permasalahan yang disebabkannya.
Itulah kenapa kita mengenal kalimat “Membencilah sekedarnya, tidak perlu berlebih-lebihan”. Dengan memahami fenomena Introjection ini paling tidak kita sudah memahami alasan di balik kalimat itu.
Alih-alih fokus pada “membenci sekedarnya”, saya sendiri lebih menekankan pada “bencilah saja perilakunya”, tidak perlu membenci orangnya. Membenci perilaku menjadikan ketidaksukaan kita tertuju pada hal-hal yang kita rasa berlawanan dengan nilai (value) yang kita yakini tanpa harus melekat bersama sosok yang melakukannya, sehingga kita tidak perlu terganggu oleh rekaman Introject atas sosok apa pun dalam diri.