Episode 97 – Konsep Diri, Nilai Diri & Kapasitas Diri
Konsep diri, nilai diri dan kapasitas diri, tiga aspek diri yang membentuk kinerja dan pencapaian kita di apa pun bidang yang kita tekuni.
Ketika ketiga aspek diri ini tersusun dengan kualitas yang baik dan sehat, maka baik dan sehat juga pencapaian kita di bidang yang kita jalani.
Begitu juga sebaliknya, adanya permasalahan pada satu atau lebih dari aspek diri akan menyabotase kemampuan kita untuk mewujudkan berbagai hal yang kita harapkan.
Mari simak bahasannya di Audio Podcast hari ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode kesembilan puluh tujuh Life Restoration Podcast berjudul ‘Konsep Diri, Nilai Diri & Kapasitas Diri’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Konsep Diri, Nilai Diri & Kapasitas Diri
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode sembilan puluh tujuh.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada … berjumpa kembali bersama saya, Alguskha Nalendra, seperti biasa, di Life Restoration Podcast, yang memasuki episode ke-97 kali ini.
Seperti biasa juga tentunya, mengawali episode kali ini, doa terbaik untuk Anda sekalian, semoga selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia, dimana pun Anda berada, bersama mereka yang Anda kasihi.
“Diri” … itulah topik utama dari episode kali ini, atau kalau dalam Bahasa Inggrisnya yaitu “self”.
Konsep diri, nilai diri dan kapasitas diri, tiga hal yang di episode kali ini diadaptasi dari istilah dalam Bahasa Inggris, yaitu self-concept, self-esteem dan self-efficacy.
Sebelum kita mulai saya ijin memberikan sedikit disclaimer dulu ya, bahwa istilah konsep diri, nilai diri dan kapasitas diri yang saya gunakan di episode kali ini adalah cara saya untuk menyederhanakan ketiga istilah dalam Bahasa Inggris tadi, yaitu self-concept, self-esteem dan self-efficacy.
Kenapa saya katakan sebagai “menyederhanakan”? Karena memang dasarnya istilah-istilah tadi punya terjemahannya sendiri dalam Bahasa Indonesia.
Untuk self-concept, terjemahan umum dalam Bahasa Indonesianya cukup sejalan dengan yang saya gunakan di episode kali ini, yaitu konsep diri. “Self’ maksudnya “diri” dan “concept” dalam Bahasa Inggris ya “konsep” juga dalam Bahasa Indonesia.
Nah untuk self-esteem ini agak sedikit saya sesuaikan. Pada umumnya terjemahan dari self-esteem di Bahasa Indonesia adalah “harga diri”. Ini yang kemudian saya sesuaikan menjadi “nilai diri”.
Kata “esteem” pada self-esteem pada umumnya diartikan sebagai aktivitas meng-esteem atau menakar diri. Menakar inilah yang kemudian jadi identik dengan “harga”, atau “menghargai”, atau “memberi harga”. Disinilah “harga” ini saya artikan sebagai “nilai”.
Alasannya sederhana, karena saya memaknai “harga” dan “nilai” sebagai dua hal yang berbeda. Dalam pandangan saya, entah kenapa “harga” akan identik dengan “nominal”, atau “besaran”. Sementara nilai tidak selalu identik dengan besaran atau nominal tadi. Itulah kenapa saya menggunakan istilah “nilai diri” kali ini.
Tapi sekali lagi, ini hanya dalam pandangan saya saja. Karena memang pandangan itu saya gunakan di episode kali ini, maka paling tidak saya ijin dulu untuk menggunakan istilah “nilai diri” ini sebagai istilah untuk menjelaskan “harga diri” dalam self-esteem.
Nantinya urusan nominal atau besaran ini akan ada juga dibahas dalam nilai diri, terutama dalam hubungannya dengan karir dan bisnis, yaitu ketika kita membicarakan berapa kita sepantasnya dihargai secara nominal dalam menjalankan yang kita kerjakan. Tapi self-esteem tidak selalu soal besaran terukur, ada juga penilaian tertentu yang sifatnya tidak bisa diukur dengan nominal, seperti baik-buruk, bagus-jelek, dan sebagainya, itulah kenapa saya lebih cenderung menggunakan istilah “nilai” dan bukan “harga”.
Berikutnya “kapasitas diri”. Yang satu ini saya maksudkan sebagai padanan dari yang disebut sebagai self-efficacy. Self-efficacy sendiri dalam terjemahan Bahasa Indonesianya lebih umum tetap diartikan sebagai efikasi diri. Istilah “efikasi” sendiri saya tidak yakin sudah menjadi kata baku dalam Bahasa Indonesia. Kalau saya coba cari di Kamus Besar Bahasa Indonesia, atau KBBI, kata efikasi ini sendiri belum secara resmi dimuat.
Dan memang mengartikannya juga jadi agak sulit, karena kata ini tidak terlalu menjelaskan secara detail yang dimaksud efikasi ini apa. Saya sendiri di episode ini memilih menggunakan kata “kapasitas” untuk menjelaskan efikasi ini. Nanti akan kita bahas kenapa. Yang penting untuk saat ini saya sudah menjelaskan alasan di balik penggunaan istilah-istilah yang digunakan di episode kali ini.
Nah sekarang baru kita masuk ke pembahasan atas apa arti di balik setiap istilah itu ya, dan apa pembelajaran yang bisa kita petik dari semua istilah itu di episode kali ini.
Konsep diri, sesuai dengan namanya, yaitu cara kita mengkonsepkan diri kita sendiri, istilah sederhananya yaitu cara pandang dan keyakinan kita atas diri kita sendiri.
Kalau Anda ditanya, “Ceritakan tentang diri Anda”, lalu Anda menjelaskan tentang diri Anda, seperti apa yang Anda sukai, apa yang Anda tidak sukai, apa sifat dan karakter Anda, dan lain sebagainya, maka kurang lebih itulah konsep Anda tentang diri Anda sendiri. Itulah keyakinan Anda tentang diri Anda sendiri.
Konsep diri ini ada kalanya berlawanan dengan apa yang orang lain lihat. Jadi apa yang kita yakini tentang diri kita, bisa jadi berbeda dengan apa yang orang lain lihat dan simpulkan tentang diri kita.
Konsep diri kita bisa berbeda dengan yang orang lain lihat, bisa terjadi karena tiga hal.
Alasan pertama, karena kita memang “menyamar” istilahnya. Maksudnya, menampilkan sosok diri dengan citra tertentu di luar diri kita karena ada kebutuhan atau kepentingan untuk itu. Misalnya kita menampilkan sosok diri yang galak, karena dengan menampilkan sosok diri yang galak itu kita lebih mudah mengatur lingkungan kita. Akhirnya lingkungan melihat atau mengkonsepkan kita sebagai “sosok yang galak”. Padahal, kita sendiri tahu bahwa itu bukan diri kita yang sebenarnya. Bisa jadi diri kita yang sebenarnya justru tidak enakkan, atau malah inginnya ya tidak perlu marah-marah. Kita malah sebetulnya mengkonsepkan diri kita pribadi yang lembut, hanya saja karena ada kebutuhan untuk menampilkan sosok diri yang berkebalikan jadinya kita menampilkan sosok yang berkebalikan itu. Dalam hal ini kita biasanya tetap tahu konsep diri kita yang sebenarnya, bahwa kita bukan “pribadi yang galak”, tapi “pribadi yang pura-pura galak”.
Alasan kedua konsep diri kita bisa berbeda dengan yang orang lain lihat. Yang kita yakini, atau konsepkan tentang diri kita berbeda dengan standar yang digunakan oleh lingkungan sekitar kita. Misalnya kita menganggap diri kita pribadi yang bertutur-kata sopan, karena menurut kita tutur-kata yang kita gunakan sudah sopan adanya. Bisa jadi lingkungan tidak setuju, karena lingkungan punya standar sendiri atas apa tutur-kata yang dianggap sopan. Dalam hal ini, ada ketidaktahuan dalam diri kita atas sebuah standar tutur-kata yang sopan, sehingga ada konsep diri yang tidak sejalan dengan standar yang digunakan lingkungan.
Alasan ketiga konsep diri kita bisa berbeda dengan yang orang lain lihat, yaitu karena adanya celah atau gap pada self-esteem.
Nah, bahasan kali ini otomatis akan mengajak kita untuk memahami yang dimaksud dengan self-esteem.
Self-esteem atau yang dalam episode kali ini saya artikan sebagai “nilai diri” mengacu pada penilaian kita atas kualitas diri kita sendiri, termasuk kualitas dari konsep diri. Dalam konsep diri kita hanya menjelaskan konsep tentang siapa diri kita menurut anggapan kita, tapi tidak ada penilaian tentang kualitas dari konsep itu. Ketika kita memberikan penilaian atas konsep, atau ada konsep yang berhubungan dengan penilaian, maka kali ini kita membicarakan nilai diri.
Seberapa baik diri kita … seberapa layak diri kita … itu kurang lebih pertanyaan-pertanyaan yang mewakili komponen dari nilai diri.
Kembali ke bahasan kenapa konsep diri kita bisa berbeda dengan yang orang lain lihat karena adanya celah atau gap pada self-esteem, bisa saja sebuah lingkungan menilai seseorang rupawan, atau menarik tampilannya, istilahnya bisa ganteng, cantik, atau apa pun. Belum tentu itulah yang diyakini oleh individu yang bersangkutan. Bisa saja ia justru dalam dirinya menilai dirinya buruk rupa, jelek, atau apa pun itu penilaian lain yang berlawanan dengan penilaian dunia di luar dirinya.
Nilai diri yang rendah ini juga yang sering menjadi sabotase di balik berbagai pencapaian. Ada orang-orang yang memandang dirinya rendah, kecil, tidak layak, atau “kurang”. Karena orang-orang ini memandang dirinya rendah atau kecil tadi, maka mereka merasa tidak pantas untuk mewujudkan berbagai hal-hal besar jadinya. Mungkin saja mereka sebetulnya memiliki kapasitas yang bagus untuk mencapai yang mereka impikan, hanya saja karena mereka sendiri menilai dirinya rendah maka mereka sendiri yang jadinya tanpa disadari membatasi dirinya untuk itu.
Kita mungkin pernah melihat orang-orang yang memiliki potensi yang besar dan luar biasa, tapi kita heran melihat mereka tidak banyak melakukan hal besar dengan potensinya itu. Atau kalau mereka melakukan hal besar kita heran melihat bagaimana hasil yang tercipta tidaklah terlalu besar. Inilah salah satu contoh bagaimana nilai diri yang rendah membatasi orang-orang yang sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk mencapai hal-hal besar.
Nilai diri sangat dipengaruhi pengalaman tumbuh-kembang kita. Trauma atau luka batin yang dialami di masa kecil termasuk ke dalam hal yang membuat seseorang bermasalah dengan nilai diri. Hal ini karena peristiwa traumatis yang dialami di masa kecil cenderung membuat seorang anak merasa “ada yang salah dengan dirinya”, atau bahwa ia adalah “keberadaan yang salah” yang tidak seharusnya ada. Maka itulah semakin banyak seseorang memendam trauma atau luka batin yang tidak terselesaikan, maka semakin rendah nilai dirinya, semakin rendah caranya memandang dirinya sendiri.
Kita lanjut dulu kali ini ke penjelasan berikutnya, yaitu self-efficacy, atau yang dalam episode ini kita maksudkan sebagai “kapasitas diri”.
Agak berbeda dengan nilai diri, kapasitas diri lebih berhubungan dengan “kemampuan”, atau keyakinan kita atas tingkat kemampuan diri kita dalam mengerjakan sesuatu.
Contohnya begini. Seseorang diminta menilai seberapa baik kapasitas dirinya dalam berbicara di depan umum. Kalau ia merasa dirinya memiliki kemampuan yang baik, maka ini mewakili penilaiannya atas kapasitas dirinya, yaitu bahwa ia memiliki kapasitas diri yang baik dalam berbicara di depan umum. Kalau ia merasa sebaliknya, yaitu dirinya tidak memiliki kemampuan yang baik, maka ini juga mewakili penilaiannya atas kapasitas dirinya, yaitu bahwa ia memiliki kapasitas diri yang kurang baik dalam berbicara di depan umum.
Kapasitas diri dan nilai diri bisa berjalan harmonis, bisa juga berjalan berkonflik. Bisa saja seseorang memiliki kapasitas diri yang baik, tapi nilai diri yang rendah. Misalnya di contoh sebelumnya tadi soal berbicara di depan umum. Bisa saja seseorang memiliki kapasitas diri yang baik, ia yakin atas kemampuannya berbicara di depan umum, tapi ia tidak yakin dengan kelayakan dirinya ketika tampil di depan umum. Dengan kata lain, ia sebenarnya menilai dirinya rendah, hanya saja penilaian itu tertutupi oleh kemampuan yang baik.
Saya beberapa kali menjumpai klien yang berada di kondisi ini. Mereka menjalani profesi yang membuat mereka harus sering tampil di depan umum. Dan memang karena itulah profesi mereka, maka mereka memang dilatih dan terlatih untuk itu. Dari segi kemampuan mereka tahu tingkat kemampuan dirinya dan mereka percaya diri pada kemampuannya.
Yang mengejutkan adalah tidak jarang di sesi konseling atau terapi mereka mengakui bahwa sebetulnya kalau boleh jujur mereka tidaklah percaya diri untuk tampil di depan umum. Sehingga di satu kesempatan bisa terjadi konflik internal antara dua sisi dalam diri mereka. Satu sisi yang terlatih dan sudah terbiasa untuk tampil di depan umum bisa menjalankan tugasnya dengan baik, di sisi lain ada sisi dalam diri mereka yang sebenarnya sedang tersiksa dengan apa yang terjadi dan ingin cepat-cepat menyudahi.
Kapasitas diri sendiri perlu kita evaluasi secara sehat. Artinya, jangan sampai kepercayaan diri ini tidak berdasar. Jangan sampai kita merasa sedemikian percaya diri pada tingkat kemampuan kita, tapi dalam kenyataannya di bidang yang kita tekuni kemampuan itu sebenarnya masih kecil kualitasnya, kalau ini bukan kapasitas diri namanya, tapi tidak tahu diri he … he …
Sekarang mari kita masuk ke pesan moral dari apa-apa yang sudah kita bahas tadi, yaitu kemana semua pembelajaran ini hendaknya kita kerucutkan.
Jawabannya adalah karena kualitas hidup kita, kualitas pencapaian kita dalam hidup ini, dalam mewujudkan hal-hal yang kita harapkan ditentukan dari ketiga aspek diri yang kita bicarakan tadi, yaitu konsep diri, nilai diri dan kapasitas diri.
Dalam hidup ini kita semua pastinya memiliki berbagai tujuan pencapaian yang kita ingin wujudkan, betul? Dalam hal ini perlu kita pahami bahwa setiap tujuan pencapaian pastilah mensyaratkan aspek yang memerlukan keberadaan dari konsep diri, nilai diri dan kapasitas diri. Pertanyaannya adalah apakah konsep diri, nilai diri dan kapasitas diri kita mendukung untuk membantu mewujudkan yang kita ingin wujudkan itu?
Kita pakai contoh sederhana. Sebut saja dalam bidang bisnis misalnya. Apa aspek yang diperlukan untuk bisa sukses dalam berbisnis? Kita mulai dari konsep diri. Untuk bisa sukses dalam berbisnis sudah tentu kita perlu memiliki konsep diri sebagai pebisnis.
Nah perhatikan bedanya ya. “Bisnis” itu bidang pencapaiannya, sementara “pebisnis” adalah konsep diri yang diperlukan di bidang pencapaian itu. Kalau ingin sukses dalam berbisnis tapi konsep diri sebagai pebisnis ini saja tidak ada, atau kecil sekali keberadaannya maka jangan heran kalau kinerja dalam berbisnis ini mandeg, karena memang konsep diri sebagai pebisnis ini saja tidak ada, atau kecil keberadaannya.
Berikutnya, katakanlah konsep diri sebagai pebisnis sudah kita miliki, pertanyaannya kali ini adalah “seberapa layak kita merasa diri kita pantas jadi pebisnis yang sukses?”
Jawaban atas pertanyaan ini mewakili nilai diri. Kalau nilai diri kita sebagai pebisnis ini tinggi nilainya, maka kita pun tidak akan membatasi potensi pencapaian yang bisa kita hasilkan dari bisnis yang kita jalani. Tapi sebaliknya, kalau nilai diri kita sebagai pebisnis ini rendah, maka ada berbagai peluang besar yang akan kita lewatkan, karena kita merasa diri kita tidak layak, atau terlalu kecil untuk mewujudkan peluang besar itu. Ini yang nantinya akan muncul dalam bentuk berbagai perilaku yang tidak disadari, yang intinya membuat kita jadi melewatkan berbagai peluang besar itu.
Kita lanjut ya. Kali ini coba kita lihat juga kapasitas dirinya. Kita sendiri seberapa percaya diri pada kemampuan yang kita miliki dalam menjalankan bisnis? Kalau tingkat kepercayaan diri kita baik maka akan baik juga kinerja yang kita tampilkan. Tapi kalau dari awal saja tingkat kapasitas diri ini bermasalah maka akan muncul banyak keraguan dalam diri kita saat menjalankan bisnis. Kita tidak tahu yang kita lakukan sudah benar atau belum. Alhasil keraguan ini membuat kita jadi lebih lambat dalam membuat keputusan, plin-plan, dan sebagainya, yang jadinya melambatkan kecepatan kita dalam mewujudkan yang seharusnya bisa kita wujudkan dengan lebih cepat.
Masih berhubungan dengan kapasitas diri. Pastikan kapasitas diri ini sehat. Jangan sampai juga kapasitas diri ini ngawur, kita merasa diri kita sudah punya tingkat keahlian yang baik, yang sedemikian bagus, sampai-sampai kita tidak menyadari bahwa sebetulnya ada banyak hal yang masih kurang adanya, tapi kita sendiri enggan belajar karena merasa tingkat kemampuan diri yang kita miliki sudah baik. Kalau begini sama saja dengan kita menyabotase diri kita sendiri dengan “adab yang buruk” namanya.
Komposisi yang baik dan sehat dari ketiga aspek diri ini berlaku di bidang apa pun yang kita ingin wujudkan. Sekali kita memahaminya maka lebih mudah bagi kita untuk menyadari apa aspek diri kita yang masih kurang kualitasnya dan masih perlu kita perbaiki.
Coba kita pakai contoh lain kali ini ya, sebut saja contohnya dalam “melangsing”, atau upaya untuk menjadi langsing.
Sebelum upaya melangsing ini kita lakukan, kita dulu yang pertama-tama perlu merenungkan apakah konsep diri sebagai “orang langsing” sudah ada dalam diri kita. Jangan sampai maksud hati ingin melangsing, tapi konsep diri yang ada dalam diri kita tidak berisikan “langsing” di dalamnya, atau malah berkebalikan, isinya adalah konsep diri dimana kita melihat diri kita sebagai sosok yang jauh dari wujud langsing. Kalau seperti ini mau pakai upaya jenis apa pun maka upaya melangsing ini akan sulit dilakukan, kalau pun bisa dilakukan maka biasanya hanya soal waktu sebelum kembali ke bentuk tubuh semula.
Kenapa? Karena memang langsing ini tidak ada dalam “kamus” kita. Maka pertama-tama yang perlu dilakukan adalah bangun dulu konsep diri sebagai pribadi langsing ini dalam diri kita.
Berikutnya, setelah kita bisa memasukkan konsep diri langsing ini, waktunya kita juga menyadari seperti apa nilai diri kita sehubungan dengan keinginan untuk melangsing ini. Apakah kita merasa diri kita layak dan pantas untuk langsing? Adakah hal-hal yang membuat kita merasa tidak layak dan tidak pantas untuk melangsing?
Sama juga dengan kapasitas diri, waktunya kita juga menilai apakah diri kita berkemampuan untuk bisa melangsing, apakah kita memiliki penilaian yang sehat atas bagaimana tubuh kita bekerja dan berkemampuan untuk membantu kita melangsing. Jika kapasitas diri kita sehat untuk mendukung proses kita melangsing maka proses melangsing ini akan berjalan dengan lebih efektif jadinya.
Jadi, apa hal yang Anda ingin wujudkan? Apa konsep diri yang diperlukan di bidang yang Anda ingin wujudkan itu? Sudahkah konsep diri itu ada dalam diri Anda? Jika sudah ada,maka seperti apa kualitas dari nilai diri dan kapasitas diri Anda sehubungan dengan konsep diri itu?
Jika semua pertanyaan itu memberikan jawaban dengan kualitas yang baik maka selamat, modal dasar untuk melangkah atau mempercepat langkah mewujudkan yang Anda harapkan sudah Anda miliki. Jika belum, maka paling tidak kali ini Anda sudah tahu apa yang harus dilakukan kan?
Sampai jumpa di episode berikutnya….
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.